BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Rabu, 02 Mei 2012

BOLA LIAR KASUS CENTURY


Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mulai menunjukan diri sebagai oposisi. Bersama-sama dengan Hanura dan Gerindra mereka telah menggagas hak angket untuk kasus Bank Century. Rencana penggunaan hak angket Bank Century ini tentu mendapat tantangan dari fraksi-fraksi pendukung pemerintah, terutama Demokrat. Sementara itu, Fraksi Golkar masih menunggu hasil audit dari BPK.
            Berdasarkan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3), Hak Angket sebagaimana dimaksud Ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
            Sebagaimana dilansir dalam beberapa media massa, kasus Bank Century muncul akibat dikeluarkan kebijakan tentang pengecuran dana bail out sebesar 6,7 triliun oleh Boediono yang saat itu menjabat sebagai Gubernur BI. Dan bertanggung jawab terhadap turunnya dana itu adalah Menteri KeuanganSri Mulyani. Karena itu dapat kita lihat memang kemunculan kasus Bank Century berawal dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat. Dengan demikian, rencana penggunaan hak angket untuk mengusut kasus Bank Century sangat tepat. Namun, kita harus ingat kasus Bank Century bukan persoalan sederhana. Kasus Bank Century sekarang sudah menjadi bola liar. Banyak pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung.
            Kita memang harus mengingatkan masalah ini, karena penggunaan hak angket DPR biasanya hanya sekedar hanya sekedar alat bagi lawan-lawan politik pemerintah untuk menghancurkan pemerintah. Secara implikasi politik penggunaan hak angket DPR bisa bermuara pada pemberhentian wapres jika dalam penyelidikan DPR, wapres terbukti melakukan tindak pidana korupsi akibat dikeluarkannya kebijakan Bank Century yang ternyata membawa masalah (vide Pasal 7A UUD 1945). Di samping itu ada kemungkinan fraksi-fraksi oposisi mengusung rencana penggunaan hak angket hanya untuk mencari popularitas. Langkah Politik jika suatu kasus itu merupakan kasus besar, seperti masalah Bank Century, maka tidak cukup hanya melakukan pengusutan secara hukum, tetapi langkah politik seperti penggunaan hak angket DPR juga sangat diperlukan. Namun, karna kasus Bank Century sudah kemana-mana, maka tidak cukup jika penggunaan hak angket DPR hanya untuk “menembak” Boediono. Hak angket digunakan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah. Kita tidak bisa mereduksi arti pemerintah hanya presiden/wapres bersama mentri-mentrinya. Pemerintah adalah kekuasaan yang menjalankan fungsi pemerintahan di luar DPR dan kekuasaan kehakiman. Hal ini diperkuat dalam Penjelasan UU MD3 Pasal 77 ayat (3) yang menyatakan pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan pemrintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh presiden, wapres, mentri Negara, panglima TNI, jaksa agung, atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementrian.
            Pesoalan besar yang sedang dibicarakan saat ini yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah yang dituduh menerima suap. Lalu apakah pengusutan terhadap pejabat-pejabat yang diduga terlibat dalam kasus Bank Century akan menguap begitu saja? Di sinilah perlunya langkah politik. Penggunaan hak angket terhadap kasus Bank Century ini juga dapat diarahkan pada penyelidikan terhadap aparat penegak hukum yang diduga terlibat kasus ini. Memang berbeda dari pengusutan secara hukum, pengusutan secara politik tidak akan membawa dampak berupa sanksi terhadap para pejabat yang dianggap terlibat dalam kasus Bank Century, tetapi yang jelas masyarakat akan lebih tahu apakah pejabat itu benar-benar terlibat atau tidak. Pengusutan secara politik adalah untuk menegakkan asas keterbukaan dan asas keadilan.

Sumber :
·        Hananto Widodo, dosen Ilmu Hukum Universitas Negeri Surabaya (Unesa), peneliti Centre for Legislative Strengthening (CLS)
Ket: Suara Merdeka, 3 Nopember 2009

0 komentar: