Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P) mulai menunjukan diri sebagai oposisi.
Bersama-sama dengan Hanura dan Gerindra mereka telah menggagas hak angket untuk
kasus Bank Century. Rencana penggunaan hak angket Bank Century ini tentu
mendapat tantangan dari fraksi-fraksi pendukung pemerintah, terutama Demokrat.
Sementara itu, Fraksi Golkar masih menunggu hasil audit dari BPK.
Berdasarkan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang No. 27 Tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3), Hak Angket sebagaimana dimaksud Ayat
(1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan
suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting,
strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana dilansir dalam beberapa media massa, kasus
Bank Century muncul akibat dikeluarkan kebijakan tentang pengecuran dana bail
out sebesar 6,7 triliun oleh Boediono yang saat itu menjabat sebagai Gubernur
BI. Dan bertanggung jawab terhadap turunnya dana itu adalah Menteri KeuanganSri
Mulyani. Karena itu dapat kita lihat memang kemunculan kasus Bank Century
berawal dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat. Dengan demikian, rencana
penggunaan hak angket untuk mengusut kasus Bank Century sangat tepat. Namun,
kita harus ingat kasus Bank Century bukan persoalan sederhana. Kasus Bank
Century sekarang sudah menjadi bola liar. Banyak pihak yang terlibat baik
langsung maupun tidak langsung.
Kita memang harus mengingatkan masalah ini, karena
penggunaan hak angket DPR biasanya hanya sekedar hanya sekedar alat bagi
lawan-lawan politik pemerintah untuk menghancurkan pemerintah. Secara implikasi
politik penggunaan hak angket DPR bisa bermuara pada pemberhentian wapres jika
dalam penyelidikan DPR, wapres terbukti melakukan tindak pidana korupsi akibat
dikeluarkannya kebijakan Bank Century yang ternyata membawa masalah (vide Pasal
7A UUD 1945). Di samping itu ada kemungkinan fraksi-fraksi oposisi mengusung
rencana penggunaan hak angket hanya untuk mencari popularitas. Langkah Politik
jika suatu kasus itu merupakan kasus besar, seperti masalah Bank Century, maka
tidak cukup hanya melakukan pengusutan secara hukum, tetapi langkah politik
seperti penggunaan hak angket DPR juga sangat diperlukan. Namun, karna kasus
Bank Century sudah kemana-mana, maka tidak cukup jika penggunaan hak angket DPR
hanya untuk “menembak” Boediono. Hak angket digunakan untuk menyelidiki
kebijakan pemerintah. Kita tidak bisa mereduksi arti pemerintah hanya
presiden/wapres bersama mentri-mentrinya. Pemerintah adalah kekuasaan yang
menjalankan fungsi pemerintahan di luar DPR dan kekuasaan kehakiman. Hal ini
diperkuat dalam Penjelasan UU MD3 Pasal 77 ayat (3) yang menyatakan pelaksanaan
undang-undang dan/atau kebijakan pemrintah dapat berupa kebijakan yang
dilaksanakan sendiri oleh presiden, wapres, mentri Negara, panglima TNI, jaksa
agung, atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementrian.
Pesoalan besar yang sedang dibicarakan saat ini yakni
Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah yang dituduh menerima suap. Lalu apakah
pengusutan terhadap pejabat-pejabat yang diduga terlibat dalam kasus Bank
Century akan menguap begitu saja? Di sinilah perlunya langkah politik. Penggunaan
hak angket terhadap kasus Bank Century ini juga dapat diarahkan pada
penyelidikan terhadap aparat penegak hukum yang diduga terlibat kasus ini.
Memang berbeda dari pengusutan secara hukum, pengusutan secara politik tidak
akan membawa dampak berupa sanksi terhadap para pejabat yang dianggap terlibat
dalam kasus Bank Century, tetapi yang jelas masyarakat akan lebih tahu apakah
pejabat itu benar-benar terlibat atau tidak. Pengusutan secara politik adalah
untuk menegakkan asas keterbukaan dan asas keadilan.
Sumber :
·
Hananto Widodo, dosen Ilmu Hukum
Universitas Negeri Surabaya (Unesa), peneliti Centre for Legislative
Strengthening (CLS)
Ket:
Suara Merdeka, 3 Nopember 2009